Senangnya Dapat Donasi dari FeminaGroup

Awalnya kami mengirimkan email ke salah satu pegawai di Femina Group 'bagaimana caranya bisa mendapatkan bantuan donasi.' Alhamdulillah ditanggapi dengan baik oleh pihak Femina Group.

Profil Rumah Baca Cibiru

Taman baca diharapkan mampu menyediakan sumber-sumber pengetahuan bagi anak-anak usia sekolah. Selain itu, taman baca Bambu Biru dapat meningkatkan minat baca masyarakat secara umum.

Inilah Donatur Rumah Baca Bambu Biru

Donasi Rumah Baca Bambu Biru diperoleh dari berbagai bantuan, baik dari rekanan rumah baca, lembaga, maupun donasi individu. Berikut adalah pemberi donasi Bambu Biru.

Berbagi Buku, Berbagi Cerita

Rumah Baca, bagi saya adalah salah satu cara untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan hak merengkuh pengetahuan.

Bakiak di Kampung Egrang

Kawan, tahukah kamu permainan tradisional bakiak? Apa enggak tahu? Ya Bakiak mungkin sudah jarang dimainkan pada era sekarang.

Jumat, 29 April 2016

Berbagi Buku, Berbagi Cerita



Donasi Buku Rumah Baca Bambu Biru

Buku, semua diawali dari jendela pengetahuan ini. Saya hanya ingin bercerita sedikit saja. Setelah beberapa bulan terlibat untuk mencari donasi buku untuk taman baca bernama Rumah Baca Bambu Biru di Sukabumi, Akhirnya saya ketahui banyak sekali orang yang peduli terhadap dunia pendidikan, salah satunya ketersediaan buku untuk masyarakat, khususunya untuk anak-anak. Bayangkan saja, ada ratusan buku 'baru' menjadi koleksi teranyar di Rumah baca Bambu Biru. Semua adalah donasi, pemberian dari orang baik di luar sana. Langkah para donatur yang menyumbangkan buku ini merupakan langkah besar bagi mereka yang kesulitan membeli atau pun mengakses buku. Kalau tadinya buku begitu sulit diperoleh, kini sudah tersedia ratusan judul buku di Rumah Baca Bambu Biru.


Kegiatan Lomba Menggambar

Saya percaya dan tetap yakin begitu banyak orang baik di luar sana yang memiliki jiwa dermawan, mereka para penderma yang tangannya sangat ringan untuk membantu. Wahai kompasianer yang budiman. Tulisan ini saya buat untuk rasa terima kasih terhingga, walau saya tahu, sebagian penderma buku itu tak mengharap umpan balik terima kasih ini. Tetapi kebaikan harus berbalas kebaikan. Bagaimana pun dari buku-buku tersebut saya dapat berbagi cerita tentang kebaikan.


Membaca Buku Bersama

Rumah Baca, bagi saya adalah salah satu cara untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan hak merengkuh pengetahuan. Kenapa memudahkan? Karena rumah baca tersebut berada di lingkungkan tempat tinggal mereka, dikampung dimana mereka bisa berbaur, menjalani hidup dan berbagi rasa. Kalau rasa bisa dibagi, kenapa tidak dengan buku? Ya, penderma buku untuk Taman Baca Bambu Biru telah melakukannya. 


Serah-Terima Buku

Sekian, salam literasi dari Kampung Cibiru, Desa Cicantayan Sukabumi

Salam Phadli
Pengelola Blog Taman Baca Bambu Biroe

Senin, 04 April 2016

Tentang Buku yang Tak Dibaca



Saya senang mengumpulkan buku, tetapi jujur saja tak begitu sering membacanya. Sebagian besar buku teronggok dirak dan sebagian lagi saya simpan rapih di dalam lemari. Kalau sudah begitu jadilah buku-buku tersebut tak menjadi jendela dunia, wong jarang disentuh. Sejak kuliah saya mengumpulkan satu per satu buku tersebut, dari karya besar peneliti antropologi, penulis besar sekaliber Promoedya Ananta Toer, penulis secantik Ayu Utami, Dan Brown pun saya punya. Banyak judul buku yang sudah terkumpul.
Kebiasaan itu masih berlangsung sampai sekarang. Setelah menikah buku semakin banyak. Rak tak cukup lagi, hingga lemari baju pun menjadi lemari buku. Suatu kali teman yang berkunjung ke rumah bertanya, “untuk apa buku sebanyak itu lo simpan?” Saya jawab sekenanya saja, “Untuk anak, biar dia punya perpustakaan sendiri.”Saya puas, mengumpulnya meski buku-buku itu tetap tampak baru, jarang dibaca.
Hingga, saya dihadapkan pada sebuah kenyataan. Suatu kali saya menerima pekerjaan untuk melakukan penelitian singkat di Sebuah Desa di Sulawesi Selatan. Penelitiannya berkaitan dengan pendidikan. Dari penelitian itu mata saya seolah dibuka lebar-lebar oleh fakta masih begitu banyak orang yang buta huruf, dari anak kecil hingga orang dewasa. Bahkan orang-orang yang seumuran saya, usianya masih sekitar 28 – 40 tahun tidak bisa membaca, terutama kaum perempuannya. 
Penelitian tersebut membuat isi kepala saya sebagai orang yang dijejali isu tentang pendidikan seolah lumpuh. Kenyataan pendidikan yang sebenarnya ternyata begitu pahit. Dari masalah sekolah yang jaraknya jauh dari permukiman warga, ketidakmampuan membeli seragam, dan masalah rendahnya ketersediaan buku di sana.
Masalah ketersediaan buku ini menjadi benang merah dalam tulisan saya ini. Dari penelitian singkat tersebut saya mulai berpikir. Sebagai salah seorang yang beruntung bisa mengumpulkan buku, saya menyadari begitu banyak anak-anak di luar sana yang tak mampu membeli dan tak memiliki buku dengan mudah. Sementara saya bisa mengumpulkan buku tetapi jarang membacanya. Dunia serasa tak adil dan lucunya saya sendiri menciptakan ketidakadilan itu sendiri. Tak adil antara si mampu pembeli buku dan bagi mereka yang tak memiliki buku.

Berlaku Adil Dari Bukumu
Terngiang-ngiang terus dipikiran saya, “apa yang bisa aku lakukan?” Syukurnya, pertanyaan itu terjawab dituntun oleh nasib baik. Kami sekeluarga berpindah ke Sukabumi karena perihal pekerjaan. Di Sukabumi, saya menemukan pemuda-pemuda pejuang literasi. Istri saya mengenalkan salah seorang dari mereka. Lalu bergulirlah pertemanan dengan banyak pemuda lainnya.  

Dahsyat. Mereka adalah para pengumpul buku, begitu banyak buku. Para pemuda baik hati yang menghabiskan waktunya untuk mencari buku dan meminta bantuan dari para donatur. Setelah dikumpulkan, buku-buku tersebut disalurkan ke banyak rumah buku. Perlahan tapi pasti, ada 12 rumah baca yang sudah didirikan di kampung yang berbeda. Jumlahnya tentu tak begitu banyak, makanya mereka tak henti mengumpulkan buku sejak 2 tahun lebih.
Dari pertemuan inilah, saya mau berlaku adil. Daripada buku-buku itu tak terbaca dan hanya tersimpan di lemari, lebih baik dibaca oleh banyak orang. Saya pun mengatakan kepada teman-teman baru tersebut ingin membuat taman baca juga di rumah. Saya mau berlaku adil dengan membiarkan buku saya dibaca oleh banyak orang. Dijamah oleh mereka yang kesulitan membeli buku.
Selain membuat taman baca, saya juga membantu taman baca lainnya mencari buku, menuliskan berbagai permintaan di wall facebook saya, mengirimkan sejumlah pesan ke teman, dan menodong mereka yang saya tahu dengan senang hati menyumbangkan buku. Dari usaha saya mencari donatur buku, saya menjadi tahu begitu banyak orang yang mau berlaku adil. Mereka mau menyumbangkan buku yang mereka miliki dan malah beberapa orang berniat mengirimkan bantuan dalam bentuk uang.
Kawan para pembaca Kompasiana, saya tak hendak menodong buku anda juga. Tetapi saya ingin mengajak anda untuk membiarkan buku yang dimiliki dibiarkan dibaca oleh orang lain. Oleh mereka yang tak memiliki kemampuan yang sama untuk membeli buku. Agar semakin sedikit buku yang tak terbaca.
Salam hangat dari, Desa Cicantayan, Kab. Sukabumi.