Minggu, 12 Juni 2016

Ketika Egrang Menjadi Primadona di Gathering Sukabumi Facebook

Korang Bumi, Foto Koleksi Korang Bumi
Apakah anda masih melihat anak-anak di sekitar tempat tinggal anda bermain egrang? Apakah anda pernah mencoba mengenalkan kembali permainan tradisional ini? Saya melihatnya sendiri  ternyata egrang menjadi permainan primadona yang dicoba dari anak-anak, remaja, hingga orang tua dalam acara gathering komunitas Sukabumi Facebook (SF) Family Day 2016.
Siapa yang membawa egrang ke acara kumpul keluarga komunitas terbesar se-Sukabumi tersebut? Komunitas Egrang Sukabumi  namanya, sebuah komunitas yang digagas oleh Pemuda Kreatif bernama Pibsa Zulva dan Ifram Purnama dari Kampung Cibiru, desa Cicantayan, Kec. Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Inspirasi mendirikan komunitas ini berasal dari adik-adik Rumah Baca Bamboe Biru yang juga berada di Kampung Cibiru. 
Adik-adik tersebut menjadikan egrang menjadi salah satu permainan favorit yang dimainkan setiap hari. Nah, kedua pemuda tersebut berpikir egrang sudah seharusnya dimainkan oleh banyak orang kembali  dan tidak hanya di Kampung Cibiru saja. Maka tercetuslah ide dari Ifram, “bagaimana kalau kita buat sebuah komunitas saja agar dikenal banyak orang.” Akhirnya diputuskan nama Komunitas itu adalah Komunitas Egrang Sukabumi yang disingkat Korang Bumi. Anggota Komunitas ini ya tentu saja dimulai oleh adik-adik dari Rumah Baca Bambu Biroe ditambah seluruh pengelola dan relawannya.
Komunitad dalam Gathering, Foto dari Sukabumi Facebook
Kebetulan sekali Ifram yang juga menjadi anggota group di Sukabumi Facebook melihat rencana diadakan gathering komunitas terakbar di Sukabumi pada tanggal 29 Mei 2016. Lalu, Korang Bumi didaftarkan melalui email sebagai salah satu dari 24 komunitas yang turut serta dalam perhelatan tersebut. Persiapan demi persiapan dilakukan, salah satu yang persiapan terpenting adalah membuat egrang yang lebih besar dan lebih tebal, agar bisa dimainkan oleh siapapun nantinya. 
Kang Pibsa mengatakan, “buat egrang ini mah susahnya melubangi bambu untuk sandaran kakinya, karena harus mencukil batang bambu dengan pisau. Cape juga, kan bambunya juga tebal.” Jadilah niatan membuat 5 egrang, hanya bisa membuat 3 saja, itu pun dengan susah payah. Kenapa tidak membawa egrang yang sudah ada saja? Egrang yang sudah dibuat sebelumnya diragukan dapat dimainkan oleh semua orang, apalagi ukuran bambunya cenderung lebih kecil.
Membuat egrang, kang pibsa dan kang ifram, foto koleksi Korang Bumi
Singkat kata, hari gathering akhirnya tiba juga dan egrang sudah siap untuk dibawa ke acara yang diadakan di hotel Selabintana, Sukabumi. Hari itu ada 3 orang anak-anak dari Rumah Baca Bambu Biroe sekaligus anggota Korang Bumi dibawa ke acara tersebut. Zalfa, Ujang, dan Ipul senang bukan main, karena mereka jarang sekali bermain ke luar kampung dan bertemu dengan begitu banyak orang hari minggu pagi tersebut. Setelah registrasi kepada panitia dengan membayar Rp20.000 per orang sebagai tanda keterlibatan dalam gathering, Korang Bumi pun menyewa tikar dengan harga Rp15.000 untuk lapak anak-anak. Oh ya, uang registrasi gathering digunakan untuk kegiatan amal yang dikoordinir oleh panitia dari Sukabumi Facebook.
Zalva, Ipul dan Ujang beraksi bermain Egrang

Setelah beristirahat sebentar duduk di tikar yang disewa, egrang rupanya sudah menjadi bidikan pengunjung lainnya. “Enggak nyangka, baru duduk sebentar egrang sudah dipinjam sama komunitas lain,” Kata Novita selaku pengelola Rumah Baca Bambu Biroe, Divisi Pengenalan Permainan Tradisional. Kadang-kadang Ujang, Zalva, dan Ipul juga menunjukkan kemampuan mereka bermain egrang. Kemampuan mereka berjalan diatas dua bambu itu tak pelak menjadi pusat perhatian. Dari yang memfoto sampai bertanya, bagaimana caranya memainkan egrang tersebut. Ya bagi mereka tentu mudah saja, injak sandaran kaki, berdiri, dan berjalan santai dengan egrang. Wong, saban hari memainkan egrang.
Ipul menunjukkan keahliannya
Seperti yang saya tulis pada paragraph pertama, komunitas lain yang meminjam egrang dari anak-anak hingga orang dewasa.
Ada ayah yang mengajarkan anaknya meminkan egrang
Ayah mengajarkan anak bermain egrang, Foto dari Sukabumi Facebook
Ada pemuda yang mencoba bernostalgia pada masa kecilnya dengan bermain egrang
Walikota Sukabumi juga setuju Egrang harus tetap dimainkan oleh anak-anak jaman sekarang
Anggota Korang Bumi juga berfoto dengan Super Admin Sukabumi Facebook
Disela-sela kegiatan, Korang Bumi sempat disapa oleh Kang Awan sebagai salah satu penggiat Komunitas yang juga konsen dengen pelestarian budaya sunda, salah satunya permainan tradisional. Pembicaraan dengan Kang Awan dan Korang Bumi tampaknya sangat menarik membahas, bagaimana caranya agar egrang itu dibuat menjadi permainan terkenal kembali. Kata kang Awan, “saya sebetulnya lagi menjadi komunitas yang bergiat dengan permainan tradisional ini,” bak gayung bersambut. Lalu Korang Bumi bertukar nomor telepon untuk menjalin hubungan selanjutnya mengenai kegiatan pengenalan egrang ini.
Sejak awal kedatangan Korang Bumi ke Gatering SF tersebut, tak sedikit yang bertanya dimana lokasi pembuatan egrang dan markas Korang Bumi berada. Ifram juga sering menjelaskan betapa pentingnya permainan ini bagi anak-anak saat ini, agar tak hanya bermain di rumah dan terlalu asik dengan egrangnya. “Coba bayangin saja, kalau anak-anak main hape terus, enggak pernah main diluar,” tanyanya ditanggapi dengan anggukan dari komunitas lainnya, pertanda setuju.
Menariknya lagi, Korang Bumi tak menyangka ternyata Egrang dijadikan salah satu permainan yang dilombakan hari itu. Egrang semakin terkenal hari itu karena semua group ikut dalam perlombaan tersebut. Tak kalah mau bersaing, Ujang dan Ipul berumur 6 tahun juga dilibatkan dalam lomba egrang. Siapakah lawan mereka? Anggota komunitas yang umurnya tentu saja tidak bisa dikatakan anak-anak. Bahkan ada bapak-bapak juga yang ikut bermain egrang.
Lomba Egrang
Dari semua peserta lomba egrang, ternyata tak sedikit yang lancar berjalan di atas egrang dan masuk ke tahap lomba selanjutnya. Bagaimana dengan Ipul dan Ujang? Ipul tak menang dalam lomba egrang, tetapi Ujang berhasil menjadi salah satu sang jawara. Kalau orang hanya bisa berjalan, Ujang berlari dengan egrang ketika memanangkan perlombaan. 
Kecil lawan besar
Syukurnya, Ujang berhasil menang dan tak membuat malu Korang Bumi. Ala bisa karena biasa, sang juara tentu saja dari anak kecil yang sering memainkan egrang.
Ujang, paling kecil difoto sang jawara egrang
Hari minggu lalu sampai hari ini, Korang Bumi dan Rumah Baca Bambu Biru senang bukan kepalang melihat egrang dimainkan banyak orang. Tak hanya anak-anak di Kampung Cibiru saja yang pintar meminkan permainan tradisional yang begitu beken bagi anak-anak era tahun 1990an. Rupanya tahun 2016 pun, egrang tetap menjadi permainan tradisional yang dimainkan secara bergantian oleh berbagai komunitas pada acara gathering tersebut.
Wahai kompasianer dan pembaca budiman, jangan ragu dan teruslah mengenalkan egrang. Pada suatu kali Pak Menteri Anies Baswedan mengatakan bahwa Belajar egrang berarti belajar tentang keseimbangan. Bila dibawa ke dalam pemaknaan yang lebih jauh, maka egrang dapat mengingatkan kita tentang keseimbangan dunia-akhirat; keseimbangan hubungan kita pada Allah, sesama makhluk dan lingkungan; dan keseimbangan peran kita di keluarga dan masyarakat. Menarik sekali, egrang sesungguhnya bukan sekedar permainan biasa, tetapi merupakan permainan  yang memiliki makna mendalam dan istimewa yang layak dimainkan oleh anak-anak era teknologi cangih, anak saya, anak anda, dan anak-anak di Indonesia.
Foto bersama Gathering Sukabumi Facebook


 Salam Egrang Dari Sukabumi

Berikut adalah Foto-Foto yang diambil dari Akun Sukabumi Facebook

Zalva dengan jagoan egrang

Tak menyerah mencoba berdiri, Foto dari Sukabmi Facebook

Foto dari Sukabumi Facebook

0 komentar:

Posting Komentar